”Yaa muqallibal qulub, tsabbit qalbii ‘alaa diinika”

”Wahai Rabb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada agama-Mu”

Aamiin...

(Hadist Riwayat at-Tirmidzi, Ahmad dan al-Hakim dishahihkan oleh adz-Dzahabi)

Jumat, 15 Oktober 2010

Mengenal Epilepsi sebagai Bentuk kelainan Neurologi

ATOMI DAN FISIOLOGI PENURUNAN KESADARAN


Pusat pengaturan kesadaran pada manusia secara anatomi terletak pada serabut transversal retikularis dari batang otak sampai thalamus dan dilanjutkan dengan formasio activator reticularis, yang menghubungkan thalamus dengan korteks cerebri. Formasio reticularis terletak di substansi grisea otak dari daerah medulla oblongata sampai midbrain dan thalamus. Neuron formasio reticularis menunjukkan hubungan yang menyebar. Perangsangan formasio reticularis midbrain membangkitkan gelombang beta, individu menjadi dalam keadaan bangun dan terjaga. Lesi pada formasio reticularis midbrain mengakibatkan orang dalam stadium koma, dengan gambaran EEG gelombang delta. Jadi formasio reticularis midbrain merangsang ARAS (Ascending Reticular Activating System), suatu proyeksi serabut difus yang menuju bagian area di forebrain. Nuklei reticular thalamus juga masuk dalam ARAS, yang juga mengirimkan serabut difus ke semua area di korteks cerebri (Mardiati, 1996).


Formasio reticularis secara difus menerima dan menyebarkan rangsang, meneria imput dari korteks cerebri, ganglia basalis, hipothalamus, sistem limbik, cerebellum, medula spinalis dan semua sistem sensorik. Sedangkan serabut efferens formasio retikularis yaitu ke medula spinalis, cerebellum, hipothalamus, sistem limbik dan thalamus yang lalu akan berproyeksi ke korteks cerebri dan ganglia basalis (Price, 2006). ARAS juga mempunyai proyeksi non spesifik dengan depolarisasi global di korteks, sebagai kebalikan dari proyeksi sensasi spesifik dari thalamus yang mempunyai efek eksitasi korteks secara khusus untuk tempat tertentu. Eksitasi ARAS umum memfasilitasi respon kortikal spesifik ke sinyal sensori spesifik dari thalamus. Dalam keadaan normal, sewaktu perjalanan ke korteks, sinyal sensorik dari serabut sensori aferens menstimulasi ARAS melalui cabang-cabang kolateral akson. Jika sistem aferens terangsang seluruhnya, proyeksi ARAS memicu aktivasi kortikal umum dan terjaga (Mardiati, 1996).


Neurotransmitter yang berperan pada ARAS yaitu neurotransmitter kolinergik, monoaminergik dan GABA. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar dari susunan saraf pusat di mana korteks ini berperan dalam kesadaran akan diri sendiri terhadap lingkungan atau input-input rangsang sensoris (awareness). Jadi kesadaran akan bentuk tubuh, letak berbagai bagian tubuh, sikap tubuh dan kesadaran diri sendiri merupakan funsi area asosiasi somestetik (area 5 dan 7 brodmann) pada lobus parietalis superior meluas sampai permukaan medial hemisfer (Price, 2006; Tjokronegoro, 2004).


Jaras kesadarannya: masukan impuls dari pusat sensorik pada korteks serebri menuju ARAS kemudian diproyeksikan kembali ke korteks cerebri dan di tempat itu terjadi peningkatan aktivitas korteks dan kesadaran (Price, 2006).


Tingkat Kesadaran Manusia: (Price, 2006)
 Sadar yaitu suatu keadaan sadar penuh, orientasi baik terhadap orang, tempat dan waktu, kooperatif, dapat mengingat angka yang diberitahukan beberapa menit sebelumnya.
 Otomatisme yaitu tingkah laku normal, dapat bicara, kesulitan mengingat, bertindak otomatis tanpa tahu apa yang baru saja dilakukan.
 Konfusi yaitu canggung, mengalami gangguan daya ingat, kurang kooperatif, sulit dibangunkan, bingung.
 Delirium yaitu disorientasi waktu, tempat dan orang, tidak kooperatif, agitasi, gelisah, sulit dibangunkan dari tidurnya.
 Somnolen
 Stupor yaitu diam, tidur, berespon terhadap rangsang suara keras dan cahaya, berespo baik terhadap rangsang sakit.
 Stupor dalam yaitu bisu, sulit dibangunkan, masih berespon terhadap nyeri, tidak ada rangsang verbal, RELEKS PUPIL MASIH ADA.
 Koma yaitu tidak sadar, tidak berespon, refleks masi ada.
 Charus yaitu ketika reflek pupil masih ada
 Koma ireversibel atau mati yaitu refleks tidak ada, pupil dilatasi, tidak ada denyut jantung dan nafas.


POTENSIAL MEMBRAN DAN POTENSIAL AKSI


Semua sel tubuh punya potensial listrik yang melintasi membran yakni sel syaraf dan otot. Kedua sel itu dapat dirangsang oleh impuls elektrokimia sehingga dapat menghantarkan sinyal sepanjang membran.


Fisik dasar potensial membran
1. Potensial membran yang disebabkan oleh difusi
Konsentrasi K dalam membran tinggi ( hal ini disebabkan karena gradien konsentrasi ion kalium dari dalam sel keluar sel besar). Mula-mula ion K berdifusi keluar sehingga muatan positif keluar selanjutnyan elektropositif di luar sementara elektronegatif di dalam (karena anion-anion negatif tetap tertinggal dan menolak ion K kembali ke dalam. Perbedaan potensial dalam hal ini berkisar 94 mV dengan keadaan negatif di dalam membran serat
2. Potensial membran syaraf sewaktu istirahat
Potensial di dalam serat adalah 90 mV lebih negatif daripada potensial dalam cairan ekstrasel di luar.
Transport aktif ion Na dan ion K melalui membran Na-K.
Semua membran sel tubuh punya pompa Na-K (dengan Na keluar dan K ke dalam).
- Pompa elektrogenik menyebabkan muatan positif lebih besar keluar daripada ke dalam.
- Pompa Na-K menyebabkan gradien konsentrasi besar untuk Na, K


Asal potensial membran istirahat normal :
a. Kontribusi potensial difusi kalium. Jika ion K satu-satunya faktor penyebab potensial istirahat, potensial istirahat dalam serat - 94 mV
b. Kontribusi difusi Na melalui membran syaraf. Bila membran sangat permiabel terhadap K +, permiabel terhadap Na+ sedikit dan dalam keadaan itu difusi K+ jauh lebih berperan terhadap potensial membran ( K+ 100 kali dari Na+ ) yaitu sebesar -86 mV
c. Kontribusi pompa Na+ - K+ . Pompa Na- K mengakibatkan penambahan derajat negativitas (-4 mV) di dalam.
Potensial membran istirahat, serat otot lurik besar dan syaraf besar = -90mV, pada serat syaraf, otot kecil- otot polos, neuron SSP potensial membran -40 sampai dengan -60 mV.
(Guyton, 1997)


Potensial Aksi Syaraf
Sinyal syaraf dihantarkan melalui potensial aksi yang mengakibatkan perubahan cepat pada potensial membran. Urutan tahap potensial aksi:
1. Istirahat
Membran dikatakan terpolarisasi karena ada potensial membran negatif yang besar.
2. Tahap depolarisasi
Membran permiabel terhadap ion Na sehingga Na+ mengalir ke dalam akson selanjutnya potensial naik ke arah positif dan terjadilah depolarisasi. Serat syaraf besar melampaui batas sehingga sedikit positif. Hal ini berlawanan dengan neuron SSP
3. Tahap repolarisasi
Setelah tadi membran permiabel terhadap Na, saluran Na tertutup dan saluran K terbuka lebih dari normal sehingga terjadi difusi K+ dan repolarisasi membran. Nilai ambang terjadinya potensial aksi adalah -65mV
Penjalaran potensial aksi. Dimulai dari kenaikan permiabilitas Na+ yang menyebabkan muatan positif di dalam serat syaraf dan kenaikan voltase dalam serat bermielin sedalam 1-3 mm di atas ambang untuk mulai potensial aksi selanjutnya saluran Na terbuka. Proses depolarisasi terjadi di seluruh serat yakni impuls syaraf atau otot.
(Guyton, 1997)

MEKANISME UMUM KONTRAKSI OTOT
a. Potensial aksi berjalan sepanjang syaraf motorik sampai ke ujungnya pada serat otot
b. Pada tiap ujung, saraf mensekresi substansi neurotransmiter, yaitu asetilkolin dalam jumlah sedikit
c. Asetilkolin bekerja setempat pada membran serat otot membuka banyak saluran bergerbang asetilkolin melalui molekul-molekul protei dalam membran serat otot.
d. Saluran asetilkolin terbuka menyebabkan ion Na+ masuk ke dalam membran dan potensial aksi berjalan sehingga terjadi depolarisasi membran serat otot dan secara dalam potensial aksi tersebut serat otot. Retikulum sarkoplasma banyak melepas ion Ca ke dalam miofibril. Ion Ca memiliki kekuatan menarik antara aktin dan miosin sehingga terjadi proses kontraksi.
( Guyton, 1997)


EKSITASI OTOT RANGKA
Sekresi asetilkolin oleh terminal saraf. Impul saraf di sambungan neuromuskular menyebabkan kurang lebih 25 kantong akan dilepas ke celah sinaps kemudian asetilkolin ditangkap reseptor pada membran otot dan hal itu akan membuka saluran ion bergerbang ase sehingga banyak ion masuk terutama Na+ ke dalam potensial lempeng akhir dan terjadi potensial aksi ( Guyton, 1997)


KEJANG
Kejang adalah suatu gerakan anggota tubuh yang tidak disadari, dan ditimbulkan oleh kontraksi sebagian atau seluruh otot-otot tubuh. Kontraksi otot-otot secara spontan ini tidak dikendalikan dan biasanya disebabkan suatu rangsangan terhadap susunan syaraf.


Patofisiologi kejang kelangsungan hidup sel atau organ didapatkan dari hasil metabolisme. Sedangkan bahan untuk metabolisme otak terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan H2O. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang permukaan dalamnya adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal, membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+ ) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+ ) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl- ). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na- K- ATP ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan adanya : a) perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler, b) rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya, c) perubahan patofisiologi dari membran sendiri. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terlepasnya muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang. Perlu diketahui bahwa tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 380C sedangkan dengan anak yang mempunyai ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada sushu 410C atau lebih. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebuh sering terjadi pada pada ambang kejang yang rendah. ( Hasan, 2005 )


Selain itu di tingkat membransel, fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimia, termasuk berikut ini : a) instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan, b) neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dn apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan, c) kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kebaikan asetikolin atau defisiensi GABA. d) ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam basa atau elektrolit. ( Sylvia, 2006)


Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat. ( Hasan, 2005).


Klasifikasi kejang dibagi menjadi kejang parsial dan generalisata berdasarkan apakah kesadaran utuh atau lenyap. Kejang parsial dimulai di suatu daerah di otak, biasanya corteks serebrum. Gejala kejang ini bergantung pada lokasi fokus di otak. Kejang parsial memiliki ciri kesadaran utuh walaupun mungkin berubah fokus di satu bagian tetapi dapat menyebar ke bagian seni. Kejang parsial dibagi atas parsial sederhana dan parsial kompleks.


Sedangkan untuk kejang generalisata mempunyai ciri khas dengan hilangnya kesadaran, tidak ada awitan fokal, bilateral dan simetrik, tidak suara. Kejang generalisata melibatkan seluruh korteks serebrum dan diensefalon serta ditandai dengan awitan aktivitas kejang yang bilateral dan simetrik yang terjadi di kedua hemisfer tanpa tanda-tanda bahwa kejang berawal sebagai kejang fokal.


Terdapat beberapap tipe kejang generalisata, antara lain :

1) kejang absence ynag ditandai dengan hilangnya kesadaran secara singkat, jarang berlangsung lebih dari beberapa detik. Kejang absence hampir selalu terjadi pada anak, awitan jarang dijumpai setelah usia 20 tahun. Serangan mungkin menghilang setelah pubertas, dan digantikan dengan kejang tipe lain, terutama tonik-klonik.

2) kejang tonik-klonik adalah epilepsi kejang yang klasik. Kejang ini diawali dengan hilangnya kesadaran secara cepat. Kejang tonik-klonik demam atau yang biasa disebut dengan kejang demam, paling sering terjadi pada anak berusia kurang dari 5 tahun. Teori menyarankan bahwa kejang ini disebabkan oleh hiperemia yang muncul secara cepat yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri . kejang ini umunya singkat dan biasanya terdapat predisposisifamilial. Pada beberapa kasus kejang dapat berlanjut melewati masa anak, dan anak mungkin mengalami kejang non-demam pada tahap kehidupanselanjutnya.

3) kejang mioklonik, kontraksi mirip syok mendadak yang terbatas pada beberapa otot atau tungkai dan ecnderung singkat.

4) kejang atonik, hilangnya secara mendadak tonus otot disertai lenyapnya postur tubuh.

5) kejang klonik, gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, tunggal, atau multiple padabegian lengan, tungkai, atau torso.

6) kejang tonik, peningkatan mendadak tonus otot (menjadi kaku, (kontraksi) ) wajah dan tubuh bagian atas; fleksi lengan dan ekstensi tungkai.


Manifestasi klinis. Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Mungkin kadang tersirat pertanyaan bahwa kejang demam salah satu gejalanya dapat mengarah pada epilepsi.

Untuk menjawab hal ini, maka Livingstone membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu :

1) kejang demam sederhana dan

2) epilepsi yang diprovokasi oleh demam.

Kriteria tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman dalam menegakkan diagnosis kejang demam sederhana, antara lain : 1) umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun 2) kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit 3) kejang bersifat umum 4) kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam 5) pemeriksaan saraf sesudah dan sebelum kejang normal 6) pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan 7) frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali. ( Hasan, 2005 )
Diagnosis banding kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak dan lainnya. ( Hasan, 2005 )


EPILEPSI
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.


Etiologi epilepsi dapat dibagi atas 2 kelompok :

1) epilepsi idiopatik yang penyebabnya belum diketahui pasti dan merupakan penyebab dari 50% epilepsi pada anak, dimana awitannya pada usia lebih dari 3 tahun.

2) epilepsi simtomatik. Penyebab epilepsi dibedakan berdasarkan kelompok yaitu :
a) kelompok usia 0-6 bulan biasanya disebabkan karena : 1) kelainan intra-uterin, yang dapat disebabkan oleh gangguan migrasi dan diferensiasi sel neuron 2) kelainan selama persalinan berhubungan dengan asfiksia dan perdarahan intrakranial, biasanya kelainan maternal, misalanya hipotensi, eklamsia 3) kelainan kongenital, dapat disebabkan oleh kromosom abnormal, radiasi 4) gangguan metabolik, misalnya hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia, dan defisiensipiridoksin 5) infeksi susunan saraf pusat, misalnya ensefalitis, meningitis.
b) kelompok usia 6 bulan – 3 tahun, biasanya disebabkan oleh cedera kepala, gangguam metabolik, serta degenerasi serebral primer dapat terjadi oleh gangguan enzim yang diturunkan secara genetik.
c) kelompok anak-anak sampai remaja biasanya disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, parasit dan abse otak yang frekuensinya sampai 32 %, yang meningkat setelah tindakan operasi.
d) kelompok usia muda terjadi dikarenakan cedera kepala yang merupakan faktor primer, disusul tumor otak dan infeksi
e) kelompok usia lanjut biasanya karena gangguan peredaran darah otak.
(Harsono, 1996)


Faktor Pencetus dan Ambang Rangsangan Serangan , ini biasanya disebabkan oleh kurang tidur yang dapat mengganggu aktivitas sel otak; stress emosional;, infeksi dapat disertai demam, dan demam inilah yang menyebabkan perubahan kimiawi di otak yang dapat menimbulkan kejang; obat tertentu yang dapat menimbukan serangan kejang seperti obat-obat antidepresan trisiklik, obat tidur atau fenotiasin; alkohol yang menyebabkan hilangnya faktor penghambat terjadinya serangan; perubahan hormonal saat menstruasi, stress, kehamilan; terlalu lelah yang dapat menimbulkan hiperfentilasi dan peningkatan CO2 dalam darah sehingga menyebabkan penciutan pembuluh darah otak; foto sensitif, sensitif terhadap kilatan cahaya kisaran 10-15 Hz ( seperti diskotik, pesawat televisi). ( Harsono 1996)


Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan penginderaan. Sedangkan manifestasi laboratorik berupa kelainan gambaran EEG. Namun demikian seringkali ditemukan kesulitan dalam menetapkan diagnosis epilepsi, misalnya pada anak dengan serangan kejang demam yang berulang.


MANIFESTASI KLINIS
Epilepsi umum :
1. Major : Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi) meliputi tipe primer dan sekunder. Epilepsi grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonik-tonik. Manifestasi klinik kedua golongan epilepsi grand mal tersebut sama, perbedaan terletak pada ada tidaknya aura yaitu gejala pendahulu atau preiktal sebelum serangan kejang-kejang. Pada epilepsi grand mal simtomatik selalu didahului aura yang memberi manifestasi sesuai dengan letak fokus epileptogen pada permukaan otak. Bangkitan sendiri dimulai dengan hilang kesadaran sehingga aktivitas pasien terhenti. Kemudian pasien mengalami kejang tonik. otot-otot berkontraksi sangat hebat, pasien terjatuh, lengan fleksi dan tungkai ekstensi. Udara paru-paru terdorong keluar dengan deras sehingga terdengar jeritan yang dinamakan jeritan epilepsi. Kejang tonik ini kemudian disusul dengan kejang klonik. Kejang tonik-klonik berlangsung 2-3 menit. Selain kejang-kejang terlihat aktivitas vegetatif seperti berkeringat, midriasis pupil, refleks cahaya negatif, mulut berbuih dan sianosis. Kejang berhenti secara berangsur-angsur dan pasien dalam keadaan stupor sampai koma. Kira-kira 4-5 menit kemudian pasien bangun, termenung dan kalau tak diganggu akan tidur beberapa jam. Frekuensi bangkitan dapat setiap jam sampai setahun sekali.


2. Minor : Elipesi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum yang idiopatik. Bangkitan berupa kehilangan kesadaran yang berlangsung tak lebih dari 10 detik. Sikap berdiri atau duduk sering kali masih dapat dipertahankan Kadang-kadang terlihat gerakan alis, kelopak dan bola mata. Setelah sadar biasanya pasien dapat melanjutkan aktivitas semula. Bangkitan mioklonus, bangkitan berupa gerakan involunter misalnya anggukan kepala, fleksi lengan yang teijadi berulang-ulang. Bangkitan terjadi demikian cepatnya sehingga sukar diketahui apakah ada kehilangan kesadaran atau tidak. Bangkitan ini sangat peka terhadap rangsang sensorik. Bangkitan akinetik, bangkitan berupa kehilangan kelola sikap tubuh karena menurunnya tonus otot dengan tiba-tiba dan cepat sehingga pasien jatuh atau mencari pegangan dan kemudian dapat berdiri kembali. Ketiga jenis bangkitan ini (petit mal, mioklonus dan akinetik) dapat terjadi pada seorang pasien dan disebut trias Lennox-Gastaut. Spasme infantile, timbul pada bayi 3-6 bulan dan lebih sering pada anak laki-laki. Penyebab yang pasti belum diketahui, namun selalu dihubungkan dengan kerusakan otak yang luas seperti proses degeneratif, gangguan akibat trauma, infeksi dan gangguan pertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan kepala kedepan atau keatas, lengan ekstensi, tungkai tertarik ke atas, kadang-kadang disertai teriakan atau tangisan, miosis atau midriasis pupil, sianosis dan berkeringat.


Epilepsi parsial:
Bangkitan motorik, fokus epileptogen terletak di korteks motorik. Bangkitan kejang pada salah satu atau sebagian anggota badan tanpa disertai dengan hilang kesadaran. Pasien seringkali dapat melihat sendiri gerakan otot yang misalnya dimulai pada ujung jari tangan, kemudian ke otot lengan bawah dan akhirnya seluruh lengan. Bangkitan sensorik, bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus epileptogen pada koteks sensorik. Bangkitan somato sensorik dengan fokus terletak di gyrus post centralis memberi gejala kesemutan, nyeri pada salah satu bagian tubuh, perasaan posisi abnormal atau perasaan kehilangan salah satu anggota badan. Aktivitas listrik pada bangkitan ini dapat menyebar ke neron sekitarnya dan dapat mencapai korteks motorik sehingga terjadi kejang-kejang. Epilepsi lobus temporalis, jarang terlihat pada usia sebelum 10 tahun. Memperlihatkan gejala fokalitas yang khas sekali.


PEMERIKSAAN PENUNJANG
Elektroensefalografi (EEG) merupakan pemeriksaan penunjang yang informatif yang dapat memastikan diagnosis epilepsi. Ada 4 macam frekuensi gelombang EEG yaitu gelombang alfa saat bangun tidur, beta aktivitas, theta stress emosi, dan delta saat tidur. Sedangkan gelombang patologis ada 5 yaitu gelombang runcing, tajam, runcing lambat, runcing multipel, dan hipsaritmia.
Pemeriksaan tambahan lain adalah pemeriksaan foto polos kepala yang berguna untuk mendeteksi adanya fraktur tulang tengkorak; CT-Scan, pemeriksaan laboratorium memastikan adanya kelainan sistemik seperti hipoglikemia, hiponatremia,uremia, dan lain-lain, juga pemeriksaan psikologis dan psikiatrik.


DIAGNOSIS BANDING
Narkolepsi, serangan hipersomnia yang bisa beberapa hari. Di antara periode hipersomnia pasien memperlihatkan kesadaran normal (Sidharta, 2003). Kejang demam, kejang demam terbagi dua, yaitu kejang demam yang sederhana dan kejang demam yang akibat penyakit lain atau gangguan dalam tengkorak kepala. Histeria, suatu keadaan dimana pasien (biasanya wanita) mengalihkan pasienan jiwanya ke pasienan jasmani. Ciri-cirinya ialah setiap kali serangan tak pernah sendirian, selalu ada orang lain di sekitarnya, terutama yang ada hubungannya dengan konflik emosionalnya. Sinkope, Pada sinkope kesadaran menghilang karena iskemi otak. Bila hipoksia/iskemi otak berlangsung lama dapat terjadi kejang. Tiga penyebab utama sinkope ialah refleks vaskular yang abnormal, terganggunya refleks sipatik, kelainan jantung yang menyebabkan aritmia/asistol.

PENATALAKSANAAN
Tujuan penanggulangan ialah mengatasi/mengendalikan serangan dengan atau tanpa obat, serta mengurangi/meniadakan dampak psikososial. Pengobatan epilepsi diberikan berdasarkan jenis epilepsi yang diderita. Beberapa obat epilepsi yang dapat digunakan antara lain:
1. Grand mal : Phenobarbital, dlantin, mysolin, tegretol, mephenytoin (mesantoin), mephobarbital, bromide, Na-valproat.
2. Petit mal : Ethosuximide, Na-valproat, clonazepam, trimethadione, paramethadione, acetazolamide.
3. Lob. Temporalis : Tegretol, diantin, primidon, phenobarbital, mephobarbital, phenacemid.
4. Minor motor : Clonazepam, diazepam, mysoline, Na-valproat, ketogenik diet.
5. Fokal : Dilantin, mysoline, luminal.
6. Spasme infantil : ACTH, mogadon, kotikosteroid ( Sylvia, 2006 )

Untuk penanganan pertama kejang dilakukan :
Pemberian diazepam IV (0,3 mg/kgBB) atau diazepam rectal ( 10kg = 10mg). Apabila kejang tidak berhenti, tunggu 15 menit, kemudian dapat diulang dosis dan cara yang sama. Apabila kejang telah berhenti, berikan dosis awal fenobarbital. Untuk pengobatan rumat, 4 jam kemudian diberikan dosis fenobarbital 8-10 mg/kgBB selama 2 hari dibagi 2 dosis, dan hari selanjutnya diberikan fenobarbital 4-5 mg/kgBB dibagi 2 dosis.
( Hasan, 2005 )


http://dokternia.blog.uns.ac.id/2009/10/29/mengenal-epilepsi-sebagai-bentuk-kelainan-neurologi-2/